Sebenarnya tidak sepenting itu. Disini hanyalah tempat saya menumpahkan gumpalan berat yang ada di otak dan hati saya kedalam sebuah tulisan, maksud saya, ketikan. Ini hanya sebuah catatan kecil yang tak dapat di pahami hanya dengan, 5 indera saja.. :) cc: @ayumiastriani
Tuesday, November 22, 2011
Masa Lalu Yang Tak Mungkin Dilihat di Masa Depan

Enam bulan yang lalu saya adalah orang yang berbeda. Banyak sekali cerita yang harusnya saya tulis di sini selama perjalanan hidup saya selama enak bulan ini yang penuh perubahan. Dan mungkin, ini sudah waktunya saya melebarkan diafragma saya dan mengeluarkan suara secara perlahan lewat langit biru bersih awan gelap.
Bayangkan jika kita sedang berada di atas ketinggian 1000 m dari permukaan laut dan melihat kebawah. Banyak sekali yang bisa kita lihat, tapi terkadang hanya satu titik saja yang bisa membuat kita memicingkan mata. Yaa, itu terjadi pada saya. Saya melihat sekumpulan pria dan wanita paruh baya sedang berjalan menuju sebuah restoran di salah satu pusat perbelanjaan bergengsi di daerah pusat kota yang saat ini penuh dengan gorong-gorong sebagai penghias di jalanan protokolnya. #nyinyir
Saya mencari tahu tentang mereka. Dan diluar dugaan saya, ternyata mereka adalah Para Veteran Republik yang (harusnya) kita cintai ini. Saya tersenyum bahagia hingga mendengar salah satu dari mereka berkata "Masuk ke tempat ini seperti mimpi, saya belum pernah kesini seumur hidup saya, terima kasih ya Allah.." Kalo kita boleh mengingat kembali sudah berapa kali kita mengunjungi pusat2 perbelanjaan bergengsi disini, kalo saya, sudah tak terhitung lagi. Tapi sepertinya sebagian besar dari pahlawan-pahlawan ini banyak yang baru pertama kali merasakan memijak lantai marmer.
Mereka berhenti di satu restoran bersama rombongan yang mengajak mereka "berekreasi" ke sana. Dan saya memutuskan untuk meluangkan waktu saya agar bisa berbicara dengan salah satu dari mereka. Akhirnya saya duduk dan memilih salah seorang eyang cantik untuk berbincang. Awalanya saya bertanya mengenai masa lalu nya. Bagaimana beliau bisa bertahan hidup. Bagaimana beliau melawan rasa takut. Bagaimana beliau masih bisa tersenyum saat berbincang dengan saya. Hanya satu pertanyaan saya dan beliau berkata "Saya sudah tidak mau mengingat masa lalu sebenarnya.." Saya terdiam sejenak dan merasa bersalah dengan pertanyaan pembuka itu. "Di tahun 65 suami saya meninggal dunia di Timor Timur karena berperang disana. Dan sampe sekarang jasad nya masih disana bersama 116 jasad pejuang lainnya. Saya dan teman-teman pernah meminta sama pak presiden untuk memulangkan mereka ke Jakarta dan diberi predikat sebagai pahlawan. Tapi tidak ada yang peduli hingga sekarang." Dan saya terdiam.
Rasanya saya ingin marah, ingin menangis, ingin berbicara. Tapi kembali saya tersadar, hingga air mata berubah menjadi darah ataupun mulut ini mengeluarkan busa, mungkin saja mereka yang berada diatas ini tetap tidak akan peduli. Mereka yang dulu berjuang untuk negara ini dan mulai lapuk dimakan umur menjerit untuk kesejahteraan saja tidak didengar sama sekali, apalagi saya? Yang bukan siapa-siapa..
Begini kah cara negara ini menghargai jasa para pahlawannya?
Subscribe to:
Posts (Atom)