Wednesday, October 1, 2014

Akar Ekor


Ketika kebenaran hanya mengakar dari minoritas. 
Kita tak punya pilihan lain selain mengekor pada mayoritas. 
Kita cuma rakyat!

Tidak Perlu Indera

Saat kita sedang terbang, terbang tinggiiiiiiiii sekali tanpa batas, sering kali terbesit sebuah metafora baru hanya dari melihat sebuah benda atau peristiwa. Bahkan hanya dari melihat debu-debu yang berterbangan. Hhmm. Debu.

Sebenarnya apa peran debu dalam ekosistem bumi kita? (Bentar gue browsing dulu..) Ternyata debu tidak begitu memiliki peran positif di sini. Tapi di Mars dia ratunya, atau rajanya, tergantung jenis kelamin debu sih. Dan memiliki peran penting. Hhmm. Tapi sayangnya kita di bumi. Iya kan? (Aku sih di bumi. Kamu dimana? Kok gak ada kabar? :p)

Ini artikelnya:
http://www.jpnn.com/read/2014/05/08/233238/Debu-Memainkan-Peran-Penting-Cuaca-Planet-Mars-

Baiklah. Jadi begini. Sepertinya menjadi debu pilihan yang tepat untuk saya sekarang. Saya bisa diam, terbang, kemudian diam lagi, kemudian terbang lagi dan begitu seterusnya. Saya bisa dengan cepat beradaptasi dengan apapun bahkan dengan yang tidak tersentuh sekalipun. Saya bisa dengan mudah pergi dari suatu tempat hanya dengan bertengger pada sepatu manusia tak dikenal. Saya bisa terus ada walaupun disirnakan. Saya bisa secara brutal mengotori apapun yang saya mau tanpa dosa. Dan saya tidak punya indera perasa. Itu yang paling menyenangkan!

Terlalu banyak rasa dalam hidup ini. Seringkali itu yang secara tidak sadar membuat kita menjadi sosok terlemah. Lemah karena terdogma rasa.


Jadi, jadilah debu!