Saturday, January 24, 2015

Banting Setir

Perjalanan saya kali ini sungguh lain dari biasanya. Ini tentang lelaki yang sempat dekat beberapa lama ini. Ingat, ini bukan persoalan cinta. Tapi ini sebuah bentuk pengkhianatan terhadap komitmen.

Saya dekat dengan dia sudah jalan satu bulan. Dimana-mana yang namanya pendekatan pasti akan jauh lebih indah daripada saat sudah memutuskan untuk berjalan bersama. Ye gak?

Suatu malam, setelah menutup telepon berdurasi kurang lebih dua jam darinya jari-jari sialan ini menuntun saya untu mencari tahu lenih banyak tentang lelaki ini. Bahaya nya, saya mencari tahu lewat sosial media. Bahkan Google! Saya mengetik nama lengkap lelaki ini dengan perlahan dan dalam waktu beberapa detik saya sudah bisa tahu segala informasi tentang dia.

Saya berkonsentrasi penuh. Saya baca setiap halamannya. Saya telaah setiap kalimatnya. Dan yang saya ketahui sangat mengagetkan! Saya tidak pernah sekaget ini sebelumnya (kayaknya ya..). DIA SUDAH MENIKAH!

Waktu seperti berhenti seketika. Tangan saya mendadak beku. Jantung seperti tak terasa detakannya. Mata nyaris tak bisa berkedip. Bibir bergerak perlahan dan membentuk sebuah pergerakan yang mengeluarkan bunyi "wanjing.."

Saya tertidur dalam keadaan sangat tegang malam itu. Saat saya terbangun, pagi memaksa bibir ini untuk tersenyum. Kemudian saya berkata dalam hati "Terima kasih tuhan sudah mengizinkan saya hidup lagi hari ini untuk mengatakan pada lelaki itu bahwa dia gila..". 

*banting setir*

Cheers,
Ayumi Astriani

Wednesday, October 1, 2014

Akar Ekor


Ketika kebenaran hanya mengakar dari minoritas. 
Kita tak punya pilihan lain selain mengekor pada mayoritas. 
Kita cuma rakyat!

Tidak Perlu Indera

Saat kita sedang terbang, terbang tinggiiiiiiiii sekali tanpa batas, sering kali terbesit sebuah metafora baru hanya dari melihat sebuah benda atau peristiwa. Bahkan hanya dari melihat debu-debu yang berterbangan. Hhmm. Debu.

Sebenarnya apa peran debu dalam ekosistem bumi kita? (Bentar gue browsing dulu..) Ternyata debu tidak begitu memiliki peran positif di sini. Tapi di Mars dia ratunya, atau rajanya, tergantung jenis kelamin debu sih. Dan memiliki peran penting. Hhmm. Tapi sayangnya kita di bumi. Iya kan? (Aku sih di bumi. Kamu dimana? Kok gak ada kabar? :p)

Ini artikelnya:
http://www.jpnn.com/read/2014/05/08/233238/Debu-Memainkan-Peran-Penting-Cuaca-Planet-Mars-

Baiklah. Jadi begini. Sepertinya menjadi debu pilihan yang tepat untuk saya sekarang. Saya bisa diam, terbang, kemudian diam lagi, kemudian terbang lagi dan begitu seterusnya. Saya bisa dengan cepat beradaptasi dengan apapun bahkan dengan yang tidak tersentuh sekalipun. Saya bisa dengan mudah pergi dari suatu tempat hanya dengan bertengger pada sepatu manusia tak dikenal. Saya bisa terus ada walaupun disirnakan. Saya bisa secara brutal mengotori apapun yang saya mau tanpa dosa. Dan saya tidak punya indera perasa. Itu yang paling menyenangkan!

Terlalu banyak rasa dalam hidup ini. Seringkali itu yang secara tidak sadar membuat kita menjadi sosok terlemah. Lemah karena terdogma rasa.


Jadi, jadilah debu!

Monday, September 29, 2014

Wenanayo Sama Koya. Etamayo sama sama.


Hari ini saya bertemu laki-laki yang pernah mengajari saya tentang loyalitas dan tanggung jawab tingkat tinggi. Namanya pernah ada sih di dalam tulisan saya sebelumnya. Tapi beruntungnya, kali ini dengan cerita lain. Cerita yang tidak lagi ada warna. Baguslah. Warna tak ada gunanya. Hanya pembeda. Walaupun banyak yang bilang perbedaan itu indah. Tapi menurut saya persamaan jauh lebih indah. Kita…... sama-sama….. manusia.

Mata lo kenapa pake kacamata item gitu? Lagi jereng?”, itu kalimat pertama dia.
Lo terlambat setengah jam.”, karakter asli saya tereksekusi.
Bahahaha! Lo gak pernah berubah ya.”, dia mempertegas.
Kayaknya gak akan pernah berubah deh.
Hhmm, kita salah. Lo berubah kok.
Oh ya?
Iya, gendutan.

Setelah berpanjang lebar dia bercerita tentang orang yang mungkin tidak atau mungkin akan dinikahinya itu, saya bercerita tentang kamu. Iya, tulisan ini tentang kamu.

Seselesainya saya bercerita panjang lebar yang tentunya lebih panjang dan lebih lebar itu, dia berkata, “Gue tau banget lo orangnya kayak gimana. Satu, gue mantan lo. Dua, gue laki-laki. Dan tiga, sekarang gue temen lo. Pasti gemes kan lo sebenarnya? Di umur segini, gue 34 dan lo 26, kayaknya udah gak perlu lagi ngukur-ngukur orang. Sekarang itu jauh lebih penting ngukur gas di rumah masih cukup buat sebulan atau gak, atau ngukur bensin masih bisa untuk perjalanan dari rumah ke kantor atau gak. Bukannya ngukur orang sejauh mana dia bisa sabar ngadepin lo, ngukur orang sejauh mana dia sayang sama lo, atau ngukur orang sejauh mana dia mau berkorban buat lo.”.

Saya memotong, “Loh? Kan bukan gue yang ngukur-ngukur.”.

Ya lo bilang dong sama orangnya. Gue kan gak kenal.”, Sambitnya. (saya tidak typo, saya terdiam dan memang terasa disambit).

Dia menambahkan, “Pada dasarnya laki-laki tuh butuh simple. Perempuan butuh nyaman. Dan kalo dua orang ini mau jalan bareng ya harus ada take and give. Gak pengennya take mulu. Kedudukan setinggi apa sih maunya terima beres mulu? Nah take and give kalo omongan doang ya gak ada artinye, ye gak? Gue tau banget lo gak suka banyak “sepik iblis”, kalo lo mau lakuin ya lo lakuin aja. Itu bagus. Gue bangga karena dalam proses itu ada peran gue disitu. Hahahaa.

Saya hilang fokus dan berkata, “Fokus nyet ah!”.

Hahaha. Tapi nih ya lo itu orangnya susah menerima yang tersirat walaupun sebenarnya lo ngerti. Maunya yang jelas-jelas aja! Males ngira-ngira. Ye gak? Nah bagian itu tuh yang jadinya bikin lo keliatan gak mau ngerti. Dari luar keras abeees, padahal dalemnya benyek. Hahaha! Sok tau gak gue?”, Tutupnya.

Gak. Lo bener.”, kemudian saya terdiam.

Setelah diam beberapa saat dia kembali berkotbah, “Daritadi gue sebenernya mau bilang sesuatu sih sama lo.
Apa?
It’s your fucking business! Kenapa gue jadi ikutan pusing!
Hahahaa! Sorry.
Gak usah minta maaf. Wenanayo sama koya. Etamayo sama sama.
Haa? Apa itu artinya?
Hahahahaaaa!

Hhmm. Artinya apa saya tidak tahu. Yang saya tahu saya benci gravitasi. Karena itu satu-satunya alasan saya jatuh cinta. Tunggu! Jadi, saya jatuh cinta???

Beers,                                                                                                                               
Ayumi Astriani