Hari ini saya bertemu laki-laki yang pernah mengajari saya
tentang loyalitas dan tanggung jawab tingkat tinggi. Namanya pernah ada sih di
dalam tulisan saya sebelumnya. Tapi beruntungnya, kali ini dengan cerita lain.
Cerita yang tidak lagi ada warna. Baguslah. Warna tak ada gunanya. Hanya
pembeda. Walaupun banyak yang bilang perbedaan itu indah. Tapi menurut saya
persamaan jauh lebih indah. Kita…... sama-sama….. manusia.
“Mata lo kenapa pake kacamata item gitu? Lagi jereng?”, itu
kalimat pertama dia.
“Lo terlambat setengah jam.”, karakter asli saya
tereksekusi.
“Bahahaha! Lo gak pernah berubah ya.”, dia mempertegas.
“Kayaknya gak akan pernah berubah deh.”
“Hhmm, kita salah. Lo berubah kok.”
“Oh ya?”
“Iya, gendutan.”
Setelah berpanjang lebar dia bercerita tentang orang yang
mungkin tidak atau mungkin akan dinikahinya itu, saya bercerita tentang kamu. Iya,
tulisan ini tentang kamu.
Seselesainya saya bercerita panjang lebar yang tentunya
lebih panjang dan lebih lebar itu, dia berkata, “Gue tau banget lo orangnya
kayak gimana. Satu, gue mantan lo. Dua, gue laki-laki. Dan tiga, sekarang gue
temen lo. Pasti gemes kan lo sebenarnya? Di umur segini, gue 34 dan lo 26,
kayaknya udah gak perlu lagi ngukur-ngukur orang. Sekarang itu jauh lebih
penting ngukur gas di rumah masih cukup buat sebulan atau gak, atau ngukur
bensin masih bisa untuk perjalanan dari rumah ke kantor atau gak. Bukannya
ngukur orang sejauh mana dia bisa sabar ngadepin lo, ngukur orang sejauh mana
dia sayang sama lo, atau ngukur orang sejauh mana dia mau berkorban buat lo.”.
Saya memotong, “Loh? Kan bukan gue yang ngukur-ngukur.”.
“Ya lo bilang dong sama orangnya. Gue kan gak kenal.”,
Sambitnya. (saya tidak typo, saya terdiam dan memang terasa disambit).
Dia menambahkan, “Pada dasarnya laki-laki tuh butuh simple.
Perempuan butuh nyaman. Dan kalo dua orang ini mau jalan bareng ya harus ada
take and give. Gak pengennya take mulu. Kedudukan setinggi apa sih maunya
terima beres mulu? Nah take and give kalo omongan doang ya gak ada artinye, ye
gak? Gue tau banget lo gak suka banyak “sepik iblis”, kalo lo mau lakuin ya lo
lakuin aja. Itu bagus. Gue bangga karena dalam proses itu ada peran gue disitu.
Hahahaa.”
Saya hilang fokus dan berkata, “Fokus nyet ah!”.
“Hahaha. Tapi nih ya lo itu orangnya susah menerima yang
tersirat walaupun sebenarnya lo ngerti. Maunya yang jelas-jelas aja! Males
ngira-ngira. Ye gak? Nah bagian itu tuh yang jadinya bikin lo keliatan gak mau
ngerti. Dari luar keras abeees, padahal dalemnya benyek. Hahaha! Sok tau gak
gue?”, Tutupnya.
“Gak. Lo bener.”, kemudian saya terdiam.
“Apa?”
“It’s your fucking business! Kenapa gue jadi ikutan pusing!”
“Hahahaa! Sorry.”
“Gak usah minta maaf. Wenanayo sama koya. Etamayo sama sama.”
“Haa? Apa itu artinya?”
“Hahahahaaaa!”
Beers,
Ayumi Astriani
No comments:
Post a Comment